Jumat, 17 Juni 2016

pekerjaan dan waktu luang & self directed

1. pekerjaan dan waktu luang

Psikologi dalam pengertian umum adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah-laku manusia. Bagi orang awam seringkali Psikologi disebut dengan ilmu jiwa karena berhubungan dengan hal-hal psikologis/kejiwaan. Sama seperti ilmu-ilmu yang lain, maka Psikologi memiliki beberapa sub bidang seperti Psikologi Pendidikan, Psikologi Klinis, Psikologi Sosial, Psikologi 
Perkembangan, Psikologi Lintas Budaya, Psikologi Industri & Organisasi, Psikologi Lingkungan, Psikologi Olahraga, dan Psikologi Anak & Remaja. Dari beberapa sub bidang tersebut Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) merupakan bidang khusus yang memfokuskan perhatian pada penerapan-penerapan ilmu Psikologi bagi masalah-masalah  individu dalam perusahaan yang secara khusus menyangkut penggunaan sumber daya manusia dan perilaku organisasi.  Psikologi industry dan organisasi adalah studi tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan aspek pekerjaan dan aplikasi pengetahuan untuk menurunkanmasalah manusia dalam pekerjaan (Pappu, 2002).
Berikut diuraikan beberapa peran psikologi dalam dunia kerja:
            Psikolog yang bekerja pada perusahaan dikenal sebagai psikolog industri-organisasi. Mereka berusaha meningkatkan kepentingan manusia dalam pekerjaan dengan sejumlah cara. Sebagai contoh, mereka mencari cara untuk membantu  perusahaan dan organisasi pemerintahan memproduksi lebih dan lebih baik serta melayani, untuk meningkatkan kepuasan kerja dengan mengubah metode manajemen dan pelatihan dan menemukan “orang yang tepat untuk pekerjaan yang tepat” dengan metode improvisasi dari pekerja yang terpilih.
 Apa yang dicari dalam bekerja ?
Pertanyaan ini muncul di awal2x aku mulai bekerja, sekitar 5 tahun lalu. Dan terkadang pertanyaan ini kembali muncul dan mengusikku. Ketika ada teman kerjaku pindah kerja atau mulai merasa tidak betah dan ingin keluar dari pekerjaannya.
Menurut pendapatku ada beberapa hal yang dicari dan ingin didapatkan oleh orang dengan bekerja.
1. Mencari uang.
Hal ini adalah hal yang paling dasar yang mendorong seseorang untuk bekerja.  Untuk mencari nafkah (uang), untuk mencukupi kebutuhannya dan keluarga.
Hal ini juga yang biasa digunakan sebagai pertimbangan dalam memilih suatu pekerjaan. Semakin besar gaji (uang) yang ditawarkan oleh pekerjaan tersebut, maka semakin menarik perkerjaan itu. Banyak orang yang berpindah-pindah kerja untuk mencari gaji yang lebih tinggi.
2.Mencari pengembangan diri
Adalah tabiat manusia untuk ingin berkembang menjadi lebih baik. Orang bekerja karena mereka ingin mencari pengembangan (potensi) diri mereka. Mereka akan  mencari pekerjaan dimana mereka dapat mengembangkan diri mereka disana.
Pekerjaan dengan jenjang karir bagus dimana berarti ada peluang pengembangan diri selalu menjadi incaran. Pertimbangan yang lain adalah korelasi pekerjaan dengan bidang keilmuan dan minat mereka.
Keseusaian ini akan mempermudah dalam pekerjaannya, dan sebagai salah satu bentuk pengembangan diri mereka.
3. Mencari teman/sarana bersosialisasi
Manusia adalah makhluk sosial yang perlu untuk bersosialisasi. Maka manusia perlu bekerja untuk menambah teman dan relasi mereka. Sebagai media dan tempat mereka untuk bersosialisasi.
Dalam hal ini faktor yang menjadi pertimbangan adalah lingkungan kerja dan juga rekan kerja. Lingkungan kerja yang nyaman dan rekan kerja yang kooperatif menjadi pertimbangan seseorang dalam memilih suatu perkerjaan.
4. Mencari kebanggaan/kehormatan diri
Hal lain yang dicari oleh orang dengan bekerja adalah kebanggaan dan kehormatan diri. Orang yang mencukupi kebutuhan dirinya dengan bekerja lebih terhormat dibandingkan orang yang tergantung pada orang lain.
Pada beberapa orang, kehormatan diri juga bergantung  dari  jenis pekerjaan, tempat kerja  dan nama perusahaan. Ada orang yang merasa lebih terhormat dengan bekerja sebagai pegawai kantoran. Dan ada juga orang yang bangga dengan bekerja di perusahaan top.
5. Sebagai sarana beribadah
Hal ini saya yakini ada dan dimiliki orang, walau mungkin jarang terpikirkan sebagai  hal yang dicari dalam bekerja. Sebagai orang yang beriman memang seharusnya setiap tindakan kita di dunia harus dimaknai sebagai ibadah.

Fase-Fase dalam memilih pekerjaan 
Secara umum, perkembangan karir seseorang terbagi ke dalam beberapa bagian. Dalam bukunya, The Psychology of Career (1957), Donald Super membagi tahap perkembangan karir dalam tiga fase, yaitu fase pengembangan (growth), fase eksplorasi (exploration), dan fase pemantapan (establishment).
 
Fase pengembangan yang meliputi masa kecil sampai usia 15 tahun. Dalam fase ini, jangan heran bila seorang anak kerap bercita-cita menjadi dokter atau guru. Hal tersebut mereka serap dari adanya role model di sekitar mereka. Baik itu orangtua maupun buku pelajaran konvensional.

Fase eksplorasi yaitu antara umur 16-24 tahun. Pada saat ini, remaja mulai memikirkan beberapa alternatif pekerjaan, tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat. Dalam hal ini termasuk masalah memilih sekolah lanjutan yang sekiranya sejalan dengan karir yang akan mereka tekuni.
 
Untuk mendukung optimalisasi potensi dan memperkuat kemampuan akademik, khususnya saat di bangku kuliah, seseorang bisa memperkaya diri dengan bergabung dalam sejumlah organisasi. Aktif di organisasi dapat menjadi sarana penjelajahan untuk mengelola emosi dan kemampuan softskill lainnya. Mengikuti training serta seminar yang mengundang tokoh kenamaan juga dapat memberikan motivasi dan inspirasi untuk berkarya.
 
Terakhir, fase pemantapan yakni fase pada rentang usia 25 – 44 tahun. Pada fase ini, seseorang sudah memilih karir tertentu dan mendapatkan berbagai pengalaman positif maupun negatif dari pekerjaannya. Dengan pengalaman yang diperoleh, ia bisa menentukan apakah ia akan terus dengan karir yang telah dijalani atau berubah haluan.

Hubungan antara Karakteristik Pribadi dan Pekerjaan dalam Memilih Pekerjaan yang Cocok
Kepribadian Artistik
Karakter: kreatif, imajinasi yang tak pernah berhenti, suka mengekspresikan diri, suka bekerja tanpa aturan, menikmati pekerjaan yang berkaitan dengan design/warna/kata-kata. Orang artistik merupakan pemecah masalah yang sangat hebat karena mereka menggabungkan pola pikir intuisi dan pendekatan rasional.
Pekerjaan yang cocok: editor, grafik desainer, guru drama, arsitek, produser, ahli kecantikan, model, pemain film, sutradara, interior desain.
Kepribadian Konvensional
Karakter: menyukai aturan, prosedur yang rapi, teliti, tepat waktu, suka bekerja dengan rincian data, tertib, cenderung pendiam dan lebih hati-hati.
Pekerjaan yang cocok: akuntan, petugas asuransi, penegak hukum, pengacara, penulis, penerjemah.
 Kepribadian Aktif
Karakter: gigih, berani, suka berkompetisi, penuh semangat, pekerja keras, ekstrovet, enerjik, dan progresif.
Pekerjaan yang cocok: wiraswasta, direktur program, manajer.
Kepribadian Investigasi
Karakter: analitis, intelektual, ilmiah, menyukai misteri, sangat memperhatikan detail, lebih suka bekerja secara individu, menggunakan logika.
Pekerjaan yang cocok: analisis sistem komputer, programmer, dosen, profesor, statistik, dokter.
Kepribadian Realistis
Karakter: realistis, praktis, simpel, bekerja di luar ruangan, berorientasi pada masalah dan solusinya, suka bekerja dengan objek yang kongkrit, pekerjaan yang menggunakan alat bantu atau mesin.
Pekerjaan yang cocok: tukang listrik, dokter gigi, insinyur.
Kepribadian Sosial
Karakter: suka membantu orang lain, dapat berkomunikasi dengan baik, bekerja dalam tim, sabar, murah hati, memiliki empati, memusatkan diri dengan interaksi manusia, suka berbicara.
Pekerjaan yang cocok: psikolog, guru, mediator, perawat, entertainer, selebriti.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
 Lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu:
1.       Pekerjaan itu sendiri (Work It self), Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
2.       Atasan(Supervision), atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya.
3.      Teman sekerja (Workers), Merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.
4.      Promosi(Promotion), Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama bekerja.
5.      Gaji/Upah(Pay), Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.

Menggunakan waktu secara positif
Waktu adalah satu-satunya modal yang dimiliki oleh manusia, dan ia tidak boleh sampai kehilangan waktu. – Thomas A. Edison
Meluangkan waktu itu ternyata penting dan banyak cara/kegiatan positif yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu luang. Siapa yang tahu kalau suatu saat nanti, kegiatan yang dilakukan di waktu luang, bisa menjadi penghasilan terbesar. Dan bagaimana kita bisa punya waktu luang di sela-sela kesibukan dengan mengaturnya sebaik mungkin? Berikut ini tips dan triknya:
1.      Jangan pernah terjebak dgn waktu. Bukan waktu yg mengatur kita, tapi kitalah yang mengatur waktu:)
2.      Coba sesuatu yang baru yang tidak menyita waktu kerja. Misalnya dengan menulis di smartphone yang kita miliki
3.      Tentukan prioritas. Dengan prioritas bisa diketahui mana yang mendesak, mana yang kurang. Tanpa prioritas, waktu terbuang percuma.
4.      Buat yang super sibuk, buatlah agenda yang harus ditaati. Masukkan waktu bekerja, waktu untuk keluarga, dan waktu untuk diri sendiri.
5.      Pastikan dalam agenda, 50 persen waktu yang dilakukan adalah untuk kegiatan positif atau produktif.
6.      Jangan melakukan pekerjaan/hal yang lain sebelum menuntaskan pekerjaan yang lebih dulu dilakukan. Yang ada keduanya berantakan!
7.      Jika tidak berhubungan dgn pekerjaan, jauhkan diri dari sosial media, hingga pekerjaan tuntas diselesaikan
Kuncinya terletak bukan pada bagaimana Anda menghabiskan waktu, namun dalam menginvestasikan waktu Anda. Melakukan dua hal bersamaan sama artinya dengan tidak melakukan sesuatu. - Stephen R. Covey
 
2.  Self-directed changes
 adalah sebuah teori yang mengajarkan tentang bagaimana kita bisa mengubah diri kearah yang lebih baik dari kenyataan hidup yang kurang mendukung.
Kalau kita tidak bisa mengantisipasi perubahan, maka kita perlu menjadikan perubahan itu sebagai dorngan untuk mengubah diri.
 
Self Directed Change meliliki beberapa tahapan, diantaranya:
a.       -. Meningkatkan Kontrol Diri.
Meningkatkan control diri yaitu, Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana cara seseorang mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya (Harlock). Ketika seseorang ingin merubah kebiasaannya terhadap perbedaan yang besar.
Contohnya: misalnya seorang perokok berat yang ingin lepas dari kebiasaannya merokok.
-.  Menetapkan Tujuan
Menetapkan tujuan adalah mengubah hal yang buruk menjadi lebih baik lagi. Kita harus menetapkan target unutk mempunyai hidup yang lebih baik lagi.
Contoh: kita harus menahan keinginan kita untuk merokok mungkin kita bisa mengganti rokok dengan permen-permen pengganti rokok, dan sebagainya.
Pencatatan Perilaku
Pencatatan perilaku maksudnya adalah kita mencatat hal apa saja yang bisa di rubah dari kebiasaan kita.
Contoh: misalnya jika kita mempunyai kebiasaan merokok, catat hal-hal apa saja yang mungkin mengganggu kita untuk tidak merokok. Misalnya dengan menhindari teman yang sedang merokok. Mungkin akan membantu kita untuk mempermudah godaan-godaan yang datang.
 
Sumber:  http://bismawardana.blogspot.co.id/2013/06/pekerjaan-dan-waktu-luang.html
              http://wwwdianaapdiani.blogspot.co.id/2012/04/self-directed-changes-kesehatan-mental.html

hubungan interpersona cinta dan pernikahan

1. Cinta Interpersonal

 Hubungan interpersonal adalah dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content melainkan juga menentukan relationship. Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya; sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.

 A. Model – Model Hubungan Interpersonal
1. Model pertukaran sosial (social exchange model).
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).

 2.  Model peranan (role model).
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.

3.  Model permainan (games people play model).
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
a. Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
b. Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional).

 c. Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan).

4.       Model Interaksional (interacsional model).
Model ini memandang hubungann interpersonal sebagai suatu sistem . Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.


B. Memulai Hubungan
Tahap-tahap untuk menjalin hubungan interpersonal, yaitu:

 1. Pembentukan
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa
peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya. Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu: a) informasi demografis; b) sikap dan pendapat (tentang orang atau objek); c) rencana yang akan datang; d) kepribadian; e) perilaku pada masa lalu; f) orang lain; serta g) hobi dan minat.

 2. Peneguhan Hubungan

Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu: a) keakraban; b) kontrol; c)respon yang tepat; dan d) nada emosional yang tepat.  Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan interpersonal akan terperlihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan. Faktor kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa, dan bilamana. Jika dua orang mempunyai pendapat yang berbeda sebelum mengambil kesimpulan, siapakah yang harus berbicara lebih banyak, siapa yang menentukan, dan siapakah yang dominan. Konflik terjadi umumnya bila masing-masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak yang mau mengalah. Faktor ketiga adalah ketepatan respon. Dimana, respon A harus diikuti oleh respon yang sesuai dari B. Dalam percakapan misalnya, pertanyaan harus disambut dengan jawaban, lelucon dengan tertawa, permintaan keterangan dengan penjelasan. Respon ini bukan saja berkenaan dengan pesanpesan verbal, tetapi juga pesan-pesan nonverbal. Jika pembicaraan yang serius dijawab dengan main-main, ungkapan wajah yang bersungguh-sungguh diterima dengan air muka yang menunjukkan sikap tidak percaya, maka hubungan interpersonal mengalami keretakan. Ini berarti kita sudah memberikan respon yang tidak tepat. Faktor terakhir yang dapat memelihara hubungan interpersonal adalah keserasian suasana emosional ketika komunikasi sedang berlangsung. Walaupun mungkin saja terjadi interaksi antara dua orang dengan suasana emosional yang berbeda, tetapi interaksi itu tidak akan stabil. Besar kemungkinan salah satu pihak akan mengakhiri interaksi atau mengubah suasana emosi.

 

Cinta dan Perkawinan

Cinta
Dari hubungan interpersonal dengan berbagai faktor yang dikemukakan diatas, jika terjadi hubungan yang berkelanjutan maka akan terjadi/terjalin hubungan interpersonal lanjutan yakni cinta. Cinta Menurut Izard (Strongman, 1998) dapat mendatangkan segala jenis emosi, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan sebagai proses lanjutan dari hubungan interpersonal yang terjalin antara dua orang manusia berlawanan jenis.

 Perkawinan
Dalam proses hubungan interpersonal yang lanjut dengan adanya cinta untuk mencapai pernikahan bisanya dimensi cinta dihasilkan dari cinta yang berdimensi komitmen/keputusan. Pasangan memiliki hasrat untuk membagi dirinya dalam hubungan yang berlanjut dan hangat. Pernikahan adalah sebuah komitmen yang serius antarpasangan dan biasanya dengan mengadakan pesta pernikahan, berarti secara sosial diakui bahwa saat itu pasangan telah resmi menjadi suami istri. Duvall dan miller (1985) menjelaskan bahwa pernikahan adalah hubungan pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang ditujukan untuk melegalkan hubungan seksual, melegitimasi membesarkan anak, dan membangun pembagian peran di antara sesama pasangan.

Sumber:  http://nataliabriliani.blogspot.co.id/2015/05/hubungan-interpersonal-cinta-dan.html

 

penyesuaian diri dan pertumbuhan

Penyesuaian Diri :

 Menurut Schneiders penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologi yang tepat. Sawrey dan Telford mendefinisikan penyesuaian diri sebagai interaksi terus-menerus antara individu dengan lingkungannya yang melibatkan sistem behavioral, kognisi, dan emosional. Dalam interaksi tersebut baik individu maupun lingkungan menjadi agen perubahan. Penyesuaian dapat didefenisikan sebagai interaksi yang kontiniu dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia. Ketiga faktor ini secara konsisten mempengaruhi seseorang. Hubungan ini bersifat timbal balik.

 Dari pendapat para ahli di atas, dapat di simpulkan bahwa penyesuaian diri adalah kemampuan individu dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam hidupnya, untuk mempertemukan tuntutan diri dan lingkungan agar tercapai keadaan atau tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri dan lingkungannya.

Schneiders (1964) menyatakan bahwa faktor-aktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah :
  1. Kondisi jasmani, meliputi pembawaan jasmaniah sejak lahir dan kondisi tubuh.
  2. Perkembangan dan kematangan, meliputi kematangan intelektual, sosial, moral dan emosi.
  3. Determinan psikologis yang meliputi pengalaman-pengalaman, hasil belajar, kondisioning, determinan dini, frustasi dan konflik.
  4. Kondisi lingkungan, yaitu rumah, keluarga dan sekolah.
  5. Determinan kultur termasuk religi.

Pertumbuhan:

Manusia merupakan makhluk individu. Manusia itu disebut individu apabila pola tingkah lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti pola tingkah laku umum. Ini berarti bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Kepribadian suatu individu tidak sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang panjang.
Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal itu membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor yang mempengaruhinya terutama lingkungan keluarga. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih banyak meluangkan waktu dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat pun terdapat norma-n orma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan individu, yaitu:

1. Faktor Biologis
Semua manusia normal dan sehat pasti memiliki anggota tubuh yang utuh seperti kepala, tangan , kaki dan lainya. Hal ini dapat menjelaskan bahwa beberapa persamaan dalam kepribadian dan perilaku. Namun ada warisan biologis yang bersifat khusus. Artinya, setiap individu tidak semua ada yang memiliki karakteristik fisik yang sama.

  1. Faktor Geografis
Setiap lingkungan fisik yang baik akan membawa kebaikan pula pada penghuninya. Sehingga menyebabkan hubungan antar individu bisa berjalan dengan baik dan mencimbulkan kepribadian setiap individu yang baik juga. Namun jika lingkungan fisiknya kurang baik dan tidak adanya hubungan baik dengan individu yang lain, maka akan tercipta suatu keadaan yang tidak baik pula.
  1. Faktor Kebudayaan Khusus
Perbedaan kebuadayaan dapat mempengaruhi kepribadian anggotanya. Namun, tidak berarti semua individu yang ada didalam masyarakat yang memiliki kebudayaan yang sama juga memiliki kepribadian yang sama juga.







Sumber:  https://baozipanda.wordpress.com/2016/04/11/penyesuaian-diri-dan-pertumbuhan/
               Daradjat, Zakiah. (1995). Kesehatan Mental. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.
              Partosuwido, Sri.R. (1993). Penyesuaian Diri Mahasiswa dalam Kaitannya dengan Konsep Diri, 
              Pusat Kendali dan Status Perguruan Tinggi. Jurnal Psikologi Sosial 1, 32-47.
              Schneider, A.A. (1964). Personal Adjusment and Mental Health. New York: Holt, Rinehart and 
              Winston